Mendakwahkan Tauhid, Menebarkan Sunnah

Posts tagged ‘Quba’

Mengapa Memilih Manhaj Salaf?

Orang-orang yang hidup pada zaman Nabi adalah generasi terbaik dari umat ini. Mereka telah mendapat pujian langsung dari Allah dan Rasul-Nya sebagai sebaik-baik manusia. Mereka adalah orang-orang yang paling paham agama dan paling baik amalannya sehingga kepada merekalah kita harus merujuk.

Manhaj Salaf, bila ditinjau dari sisi kalimat merupakan gabungan dari dua kata; manhaj dan salaf.

Manhaj dalam bahasa Arab sama dengan minhaj, yang bermakna: Sebuah jalan yang terang lagi mudah. (Tafsir Ibnu Katsir 2/63, Al Mu’jamul Wasith 2/957).

Sedangkan salaf, menurut etimologi bahasa Arab bermakna: Siapa saja yang telah mendahuluimu dari nenek moyang dan karib kerabat, yang mereka itu di atasmu dalam hal usia dan keutamaan. (Lisanul Arab, karya Ibnu Mandhur 7/234).

 

Dan dalam terminologi syariat bermakna: Para imam terdahulu yang hidup pada tiga abad pertama Islam, dari para shahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, tabi’in (murid-murid shahabat) dan tabi’ut tabi’in (murid-murid tabi’in). (Lihat Manhajul Imam As Syafi’i fii Itsbatil ‘Aqidah, karya Asy Syaikh Dr. Muhammad bin Abdul Wahhab Al ‘Aqil, 1/55).
Berdasarkan definisi di atas, maka manhaj salaf adalah: Suatu istilah untuk sebuah jalan yang terang lagi mudah, yang telah ditempuh oleh para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, tabi’in dan tabi’ut tabi’in di dalam memahami dienul Islam yang dibawa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Seorang yang mengikuti manhaj salaf ini disebut dengan Salafy atau As Salafy, jamaknya Salafiyyun atau As Salafiyyun. Al Imam Adz Dzahabi berkata: “As Salafi adalah sebutan bagi siapa saja yang berada di atas manhaj salaf.” (Siyar A’lamin Nubala 6/21).

Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf (Salafiyyun) biasa disebut dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah dikarenakan berpegang teguh dengan Al Quran dan As Sunnah dan bersatu di atasnya. Disebut pula dengan Ahlul Hadits wal Atsar dikarenakan berpegang teguh dengan hadits dan atsar di saat orang-orang banyak mengedepankan akal. Disebut juga Al Firqatun Najiyyah, yaitu golongan yang Allah selamatkan dari neraka (sebagaimana yang akan disebutkan dalam hadits Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash), disebut juga Ath Thaifah Al Manshurah, kelompok yang senantiasa ditolong dan dimenangkan oleh Allah (sebagaimana yang akan disebutkan dalam hadits Tsauban). (Untuk lebih rincinya lihat kitab Ahlul Hadits Humuth Thaifatul Manshurah An Najiyyah, karya Asy Syaikh Dr. Rabi’ bin Hadi Al Madkhali).

Manhaj salaf dan Salafiyyun tidaklah dibatasi (terkungkung) oleh organisasi tertentu, daerah tertentu, pemimpin tertentu, partai tertentu, dan sebagainya. Bahkan manhaj salaf mengajarkan kepada kita bahwa ikatan persaudaraan itu dibangun di atas Al Quran dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dengan pemahaman Salafush Shalih.

Siapa pun yang berpegang teguh dengannya maka ia saudara kita, walaupun berada di belahan bumi yang lain. Suatu ikatan suci yang dihubungkan oleh ikatan manhaj salaf, manhaj yang ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabatnya.

Manhaj salaf merupakan manhaj yang harus diikuti dan dipegang erat-erat oleh setiap muslim di dalam memahami agamanya. Mengapa?

Karena demikianlah yang dijelaskan oleh Allah di dalam Al Quran dan demikian pula yang dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di dalam Sunnahnya.

Sedang kan Allah telah berwasiat kepada kita: “Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya.” (An Nisa’: 59)

Adapun ayat-ayat Al Quran yang menjelaskan agar kita benar-benar mengikuti manhaj salaf adalah sebagai berikut:

1. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman : “Tunjukilah kami jalan yang lurus. Jalannya orang-orang yang telah Engkau beri nikmat.” (Al Fatihah: 6-7)

Al Imam Ibnul Qayyim berkata: “Mereka adalah orang-orang yang mengetahui kebenaran dan berusaha untuk mengikutinya…, maka setiap orang yang lebih mengetahui kebenaran serta lebih konsisten dalam mengikutinya, tentu ia lebih berhak untuk berada di atas jalan yang lurus. Dan tidak diragukan lagi bahwa para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, mereka adalah orang-orang yang lebih berhak untuk menyandang sifat (gelar) ini daripada orang-orang Rafidhah.” (Madaarijus Saalikin, 1/72).
Penjelasan Al Imam Ibnul Qayyim tentang ayat di atas menunjukkan bahwa para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yang mereka itu adalah Salafush Shalih, merupakan orang-orang yang lebih berhak menyandang gelar “orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah” dan “orang-orang yang berada di atas jalan yang lurus”, dikarenakan betapa dalamnya pengetahuan mereka tentang kebenaran dan betapa konsistennya mereka dalam mengikutinya. Gelar ini menunjukkan bahwa manhaj yang mereka tempuh dalam memahami dienul Islam ini adalah manhaj yang benar dan di atas jalan yang lurus, sehingga orang-orang yang berusaha mengikuti manhaj dan jejak mereka, berarti telah menempuh manhaj yang benar, dan berada di atas jalan yang lurus pula.

2. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Dan barangsiapa menentang Rasul setelah jelas baginya kebenaran, dan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa bergelimang dalam kesesatan dan kami masukkan ia ke dalam Jahannam,, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An Nisa’: 115)

Al Imam Ibnu Abi Jamrah Al Andalusi berkata: “Para ulama telah menjelaskan tentang makna firman Allah (di atas): ‘Sesungguhnya yang dimaksud dengan orang-orang mukmin disini adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan generasi pertama dari umat ini, karena mereka merupakan orang-orang yang menyambut syariat ini dengan jiwa yang bersih. Mereka telah menanyakan segala apa yang tidak dipahami (darinya) dengan sebaik-baik pertanyaan, dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun telah menjawabnya dengan jawaban terbaik. Beliau terangkan dengan keterangan yang sempurna. Dan mereka pun mendengarkan (jawaban dan keterangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tersebut), memahaminya, mengamalkannya dengan sebaik-baiknya, menghafalkannya, dan menyampaikannya dengan penuh kejujuran. Mereka benar-benar mempunyai keutamaan yang agung atas kita. Yang mana melalui merekalah hubungan kita bisa tersambungkan dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, juga dengan Allah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.’” (Al Marqat fii Nahjissalaf Sabilun Najah hal. 36-37)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Dan sungguh keduanya (menentang Rasul dan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin –red) adalah saling terkait, maka siapa saja yang menentang Rasul sesudah jelas baginya kebenaran, pasti ia telah mengikuti selain jalan orang-orang mukmin. Dan siapa saja yang mengikuti selain jalan orang-orang mukmin maka ia telah menentang Rasul sesudah jelas baginya kebenaran.” (Majmu’ Fatawa, 7/38).

Setelah kita mengetahui bahwa orang-orang mukmin dalam ayat ini adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam (As Salaf), dan juga keterkaitan yang erat antara menentang Rasul dengan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin, maka dapatlah disimpulkan bahwa mau tidak mau kita harus mengikuti “manhaj salaf”, jalannya para sahabat.

Sebab bila kita menempuh selain jalan mereka di dalam memahami dienul Islam ini, berarti kita telah menentang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan akibatnya sungguh mengerikan… akan dibiarkan leluasa bergelimang dalam kesesatan… dan kesudahannya masuk ke dalam neraka Jahannam, seburuk-buruk tempat kembali… na’udzu billahi min dzaalik.

3. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: Dan orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk Islam) dari kalangan Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, mereka kekal abadi di dalamnya. Itulah kesuksesan yang agung.” (At-Taubah: 100).

Dalam ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak mengkhususkan ridha dan jaminan jannah (surga)-Nya untuk para sahabat Muhajirin dan Anshar (As Salaf) semata, akan tetapi orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik pun mendapatkan ridha Allah dan jaminan surga seperti mereka.

Al Hafidh Ibnu Katsir berkata: “Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengkhabarkan tentang keridhaan-Nya kepada orang-orang yang terdahulu dari kalangan Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan baik, dan ia juga mengkhabarkan tentang ketulusan ridha mereka kepada Allah, serta apa yang telah Ia sediakan untuk mereka dari jannah-jannah (surga-surga) yang penuh dengan kenikmatan, dan kenikmatan yang abadi.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/367). Ini menunjukkan bahwa mengikuti manhaj salaf akan mengantarkan kepada ridha Allah dan jannah Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
فَإِنْ ءَامَنُوا بِمِثْلِ مَا ءَامَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ Artinya : “Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu).” [QS Al Baqoroh: 137]

Adapun hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah sebagai berikut:

1. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya barang siapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku nanti maka ia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu wajib bagi kalian untuk berpegang teguh dengan sunnahku, dan sunnah Al Khulafa’ Ar Rasyidin yang terbimbing, berpeganglah erat-erat dengannya dan gigitlah ia dengan gigi-gigi geraham…” (Shahih, HR Abu Dawud, At Tirmidzi, Ad Darimi, Ibnu Majah dan lainnya dari sahabat Al ‘Irbadh bin Sariyah. Lihat Irwa’ul Ghalil, hadits no. 2455).

 Dalam hadits ini dengan tegas dinyatakan bahwa kita akan menyaksikan perselisihan yang begitu banyak di dalam memahami dienul Islam, dan jalan satu-satunya yang mengantarkan kepada keselamatan ialah dengan mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan sunnah Al Khulafa’ Ar Rasyidin (Salafush Shalih). Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan agar kita senantiasa berpegang teguh dengannya. Al Imam Asy Syathibi berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam -sebagaimana yang engkau saksikan- telah mengiringkan sunnah Al Khulafa’ Ar Rasyidin dengan sunnah beliau, dan bahwasanya di antara konsekuensi mengikuti sunnah beliau adalah mengikuti sunnah mereka…, yang demikian itu dikarenakan apa yang mereka sunnahkan benar-benar mengikuti sunnah nabi mereka  atau mengikuti apa yang mereka pahami dari sunnah beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, baik secara global maupun secara rinci, yang tidak diketahui oleh selain mereka.”(Al I’tisham, 1/118).

2. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “Terus menerus ada sekelompok kecil dari umatku yang senantiasa tampil di atas kebenaran. Tidak akan memudharatkan mereka orang-orang yang menghinakan mereka, sampai datang keputusan Allah dan mereka dalam keadaan seperti itu.” (Shahih, HR Al Bukhari dan Muslim, lafadz hadits ini adalah lafadz Muslim dari sahabat Tsauban, hadits no. 1920).

Al Imam Ahmad bin Hanbal berkata (tentang tafsir hadits di atas): “Kalau bukan Ahlul Hadits, maka aku tidak tahu siapa mereka?!” (Syaraf Ashhabil Hadits, karya Al Khatib Al Baghdadi, hal. 36).

Al Imam Ibnul Mubarak, Al Imam Al Bukhari, Al Imam Ahmad bin Sinan Al Muhaddits, semuanya berkata tentang tafsir hadits ini: “Mereka adalah Ahlul Hadits.” (Syaraf Ashhabil Hadits, hal. 26, 37). Asy Syaikh Ahmad bin Muhammad Ad Dahlawi Al Madani berkata: “Hadits ini merupakan tanda dari tanda-tanda kenabian (Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam), di dalamnya beliau telah menyebutkan tentang keutamaan sekelompok kecil yang senantiasa tampil di atas kebenaran, dan setiap masa dari jaman ini tidak akan lengang dari mereka. Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mendoakan mereka dan doa itupun terkabul. Maka Allah ‘Azza Wa Jalla menjadikan pada tiap masa dan jaman, sekelompok dari umat ini yang memperjuangkan kebenaran, tampil di atasnya dan menerangkannya kepada umat manusia dengan sebenar-benarnya keterangan. Sekelompok kecil ini secara yakin adalah Ahlul Hadits insya Allah, sebagaimana yang telah disaksikan oleh sejumlah ulama yang tangguh, baik terdahulu ataupun di masa kini.” (Tarikh Ahlil Hadits, hal 131).

Ahlul Hadits adalah nama lain dari orang-orang yang mengikuti manhaj salaf. Atas dasar itulah, siapa saja yang ingin menjadi bagian dari “sekelompok kecil” yang disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam hadits di atas, maka ia harus mengikuti manhaj salaf.

3. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “…. Umatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan, semuanya masuk ke dalam neraka, kecuali satu golongan. Beliau ditanya: ‘Siapa dia wahai Rasulullah?’. Beliau menjawab: golongan yang aku dan para sahabatku mengikuti.” (Hasan, riwayat At Tirmidzi dalam Sunannya, Kitabul Iman, Bab Iftiraqu Hadzihil Ummah, dari sahabat Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash).

Asy Syaikh Ahmad bin Muhammad Ad Dahlawi Al Madani berkata: “Hadits ini sebagai nash (dalil–red) dalam perselisihan, karena ia dengan tegas menjelaskan tentang tiga perkara:

 – Pertama, bahwa umat Islam sepeninggal beliau akan berselisih dan menjadi golongan-golongan yang berbeda pemahaman dan pendapat di dalam memahami agama. Semuanya masuk ke dalam neraka, dikarenakan mereka masih terus berselisih dalam masalah-masalah agama setelah datangnya penjelasan dari Rabb Semesta Alam

. – Kedua, kecuali satu golongan yang Allah selamatkan, dikarenakan mereka berpegang teguh dengan Al Quran dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan mengamalkan keduanya tanpa adanya takwil dan penyimpangan.

Ketiga, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah menentukan golongan yang selamat dari sekian banyak golongan itu. Ia hanya satu dan mempunyai sifat yang khusus, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sendiri (dalam hadits tersebut) yang tidak lagi membutuhkan takwil dan tafsir. (Tarikh Ahlil Hadits hal 78-79).

Tentunya, golongan yang ditentukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam itu adalah yang mengikuti manhaj salaf, karena mereka di dalam memahami dienul Islam ini menempuh suatu jalan yang Rasulullah dan para sahabatnya berada di atasnya.

Berdasarkan beberapa ayat dan hadits di atas, dapatlah diambil suatu kesimpulan, bahwa manhaj salaf merupakan satu-satunya manhaj yang harus diikuti di dalam memahami dienul Islam ini, karena:

 1. Manhaj salaf adalah manhaj yang benar dan berada di atas jalan yang lurus.

2. Mengikuti selain manhaj salaf berarti menentang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yang berakibat akan diberi keleluasaan untuk bergelimang di dalam kesesatan dan tempat kembalinya adalah Jahannam.

3. Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf dengan sebaik-baiknya, pasti mendapat ridha dari Allah dan tempat kembalinya adalah surga yang penuh dengan kenikmatan, kekal abadi di dalamnya.

4. Manhaj salaf adalah manhaj yang harus dipegang erat-erat, tatkala bermunculan pemahaman-pemahaman dan pendapat-pendapat di dalam memahami dienul Islam, sebagaimana yang diwasiatkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

5. Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf, mereka adalah sekelompok dari umat ini yang senantiasa tampil di atas kebenaran, dan senantiasa mendapatkan pertolongan dan kemenangan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

6. Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf, mereka adalah golongan yang selamat dikarenakan mereka berada di atas jalan yang ditempuh oleh Rasulullah dan para sahabatnya.

Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika:

1. Al Imam Abdurrahman bin ‘Amr Al Auza’i berkata:

 “Wajib bagimu untuk mengikuti jejak salaf walaupun banyak orang menolakmu, dan hati-hatilah dari pemahaman/pendapat tokoh-tokoh itu walaupun mereka mengemasnya untukmu dengan kata-kata (yang indah).” (Asy Syari’ah, karya Al Imam Al Ajurri, hal. 63).

2. Al Imam Abu Hanifah An Nu’man bin Tsabit berkata:

 “Wajib bagimu untuk mengikuti atsar dan jalan yang ditempuh oleh salaf, dan hati-hatilah dari segala yang diada-adakan dalam agama, karena ia adalah bid’ah.” (Shaunul Manthiq, karya As Suyuthi, hal. 322, saya nukil dari kitab Al Marqat fii Nahjis Salaf Sabilun Najah, hal. 54).

3. Al Imam Abul Mudhaffar As Sam’ani berkata:

 “Syi’ar Ahlus Sunnah adalah mengikuti manhaj salafush shalih dan meninggalkan segala yang diada-adakan (dalam agama).” (Al Intishaar li Ahlil Hadits, karya Muhammad bin Umar Bazmul hal. 88).

4. Al Imam Qawaamus Sunnah Al Ashbahani berkata:

 “Barangsiapa menyelisihi sahabat dan tabi’in (salaf) maka ia sesat, walaupun banyak ilmunya.” (Al Hujjah fii Bayaanil Mahajjah, 2/437-438, saya nukil dari kitab Al Intishaar li Ahlil Hadits, hal. 88)

5. Al-Imam As Syathibi berkata:

 “Segala apa yang menyelisihi manhaj salaf, maka ia adalah kesesatan.” (Al Muwafaqaat, 3/284), saya nukil melalui Al Marqat fii Nahjis Salaf Sabilun Najah, hal. 57).

6. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata:

 “Tidak tercela bagi siapa saja yang menampakkan manhaj salaf, berintisab dan bersandar kepadanya, bahkan yang demikian itu disepakati wajib diterima, karena manhaj salaf pasti benar.” (Majmu’ Fatawa, 4/149). Beliau juga berkata: “Bahkan syi’ar Ahlul Bid’ah adalah meninggalkan manhaj salaf.” (Majmu’ Fatawa, 4/155).

Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa membimbing kita untuk mengikuti manhaj salaf di dalam memahami dienul Islam ini, mengamalkannya dan berteguh diri di atasnya, sehingga bertemu dengan-Nya dalam keadaan husnul khatimah. Amin yaa Rabbal ‘Alamin.

Wallahu a’lamu bish shawaab

ref: darussalaf.org

Ballighu ‘Anniy Walaw Ayah

Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ta’ala ‘anhu, bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

بَلِّغُوا عَنِّى وَلَوْ آيَةً

“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari)

Seputar perawi hadits :

Hadits ini diriwayatkan oleh shahabat Abdullah bin ‘Amr bin Al Ash bin Wa’il bin Hasyim bin Su’aid bin Sa’ad bin Sahm As Sahmiy. Nama kunyah beliau Abu Muhammad, atau Abu Abdirrahman menurut pendapat lain. Beliau adalah salah satu diantara Al ‘Abaadilah (para shahabat yang bernama Abdullah, seperti ‘Abdullah Ibn Umar, ‘Abdullah ibn Abbas, dan sebagainya –pent) yang pertama kali memeluk Islam, dan seorang di antara fuqaha’ dari kalangan shahabat. Beliau meninggal pada bulan Dzulhijjah pada peperangan Al Harrah, atau menurut pendapat yang lebih kuat, beliau meninggal di Tha’if.

Poin kandungan hadits :

Pertama:

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menyampaikan perkara agama dari beliau, karena Allah subhanahu wa ta’ala telah menjadikan agama ini sebagai satu-satunya agama bagi manusia dan jin (yang artinya), “Pada hari ini telah kusempurnakan bagimu agamamu dan telah kusempurnakan bagimu nikmat-Ku dan telah aku ridhai Islam sebagai agama bagimu” (QS. Al Maidah : 3). Tentang sabda beliau, “Sampaikan dariku walau hanya satu ayat”, Al Ma’afi An Nahrawani mengatakan, “Hal ini agar setiap orang yang mendengar suatu perkara dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersegera untuk menyampaikannya, meskipun hanya sedikit. Tujuannya agar nukilan dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dapat segera tersambung dan tersampaikan seluruhnya.” Hal ini sebagaimana sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam, “Hendaklah yang hadir menyampaikan pada yang tidak hadir”. Bentuk perintah dalam hadits ini menunjukkan hukum fardhu kifayah.

Kedua:

Tabligh, atau menyampaikan ilmu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terbagi dalam dua bentuk :

  1. Menyampaikan dalil dari Al Qur’an atau sebagiannya dan dari As Sunnah, baik sunnah yang berupa perkataan (qauliyah), perbuatan (amaliyah), maupun persetujuan (taqririyah), dan segala hal yang terkait dengan sifat dan akhlak mulia Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Cara penyampaian seperti ini membutuhkan hafalan yang bagus dan mantap. Juga cara dakwah seperti ini haruslah disampaikan dari orang yang jelas Islamnya, baligh (dewasa) dan memiliki sikap ‘adalah (sholeh, tidak sering melakukan dosa besar, menjauhi dosa kecil dan menjauhi hal-hal yang mengurangi harga diri/ muru’ah, ed).
  2. Menyampaikan secara makna dan pemahaman terhadap nash-nash yang ada. Orang yang menyampaikan ilmu seperti ini butuh capabilitas dan legalitas tersendiri yang diperoleh dari banyak menggali ilmu dan bisa pula dengan mendapatkan persaksian atau izin dari para ulama. Hal ini dikarenakan memahami nash-nash membutuhkan ilmu-ilmu lainnya, di antaranya bahasa, ilmu nahwu (tata bahasa Arab), ilmu-ilmu ushul, musthalah, dan membutuhkan penelaahan terhadap perkataan-perkataan ahli ilmu, mengetahui ikhtilaf (perbedaan) maupun kesepakatan yang terjadi di kalangan mereka, hingga ia mengetahui mana pendapat yang paling mendekati dalil dalam suatu masalah khilafiyah. Dengan bekal-bekal ilmu tersebut akhirnya ia tidak terjerumus menganut pendapat yang ‘nyleneh’.

Ketiga:

Sebagian orang yang mengaku sebagai da’i, pemberi wejangan, dan pengisi ta’lim, padahal nyatanya ia tidak memiliki pemahaman (ilmu mumpuni) dalam agama, berdalil dengan hadits “Sampaikan dariku walau hanya satu ayat”. Mereka beranggapan bahwasanya tidak dibutuhkan ilmu yang banyak untuk berdakwah (asalkan hafal ayat atau hadits, boleh menyampaikan semau pemahamannya, ed). Bahkan mereka berkata bahwasanya barangsiapa yang memiliki satu ayat maka ia telah disebut sebagai pendakwah, dengan dalil hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tersebut. Menurut mereka, tentu yang memiliki hafalan lebih banyak dari satu ayat atau satu hadits lebih layak jadi pendakwah.

Pernyataan di atas jelas keliru dan termasuk pengelabuan yang tidak samar bagi orang yang dianugerahi ilmu oleh Allah. Hadits di atas tidaklah menunjukkan apa yang mereka maksudkan, melainkan di dalamnya justru terdapat perintah untuk menyampaikan ilmu dengan pemahaman yang baik, meskipun ia hanya mendapatkan satu hadits saja. Apabila seorang pendakwah hanya memiliki hafalan ilmu yang mantap, maka ia hanya boleh menyampaikan sekadar hafalan yang ia dengar. Adapun apabila ia termasuk ahlul hifzh wal fahm(punya hafalan ilmu dan pemahaman yang bagus), ia dapat menyampaikan dalil yang ia hafal dan pemahaman ilmu yang ia miliki. Demikianlah sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, “Terkadang orang yang disampaikan ilmu itu lebih paham dari yang mendengar secara langsung. Dan kadang pula orang yang membawa ilmu bukanlah orang yang faqih (bagus dalam pemahaman)”. Bagaimana seseorang bisa mengira bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan orang yang tidak paham agama untuk mengajarkan berdasarkan pemahaman yang ia buat asal-asalan (padahal ia hanya sekedar hafal dan tidak paham, ed)?! Semoga Allah melindungi kita dari kerusakan semacam ini.

ref: Muslim.Or.Id

Apa itu Wahabi?

Jama’ah Tabligh, Pilih ke Makkah atau India?

مشروعية الحج إلى بيت الله الحرام لا إلى بنغلاديش أوغيرها

Disyari’atkannya Berhaji ke Ka’bah bukan ke Bangladesh ataupun daerah lainnya.

أخي القارئ وفقني الله وإياك إلى الحق تمسكا وتجرداً

Pembaca yang budiman, semoga Allah memberiku dan kalian taufik untuk berpegang dengan kebenaran dan objektif memandang kebenaran.

اعلم أن الله تعالى شرع لعباده المؤمنين الحج إلى بيته الحرام يأتونه من كل فج عميق،

Ketahuilah bahwa Allah memerintahkan hamba-hambanya yang beriman untuk berhaji ke rumah-Nya. Mereka pun berdatangan ke Ka’bah dari berbagai penjuru dunia.

وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ

“Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh” (QS al Hajj:27).

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ  [آل عمران ـ97]،

“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah. Yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan sesuatu dari semesta alam” (QS Ali Imran:97).

والحج فيه منافع كثيرة دينية ودنيوية لستُ بصدد ذكرها فهي أشهر من أن تذكر وأصعب من أن تحصر.

Berhaji itu memiliki banyak manfaat baik manfaat agama ataupun manfaat dunia. Di sini aku tidak akan membahas manfaat-manfaat tersebut karena semua orang sudah mengetahuinya dan tidak mungkin merinci manfaat tersebut satu persatu.

غير أن بعض الدعوات والمناهج المحدثة التي لا صلة لها بمنهج الرسول صلى الله عليه وسلم وسنته تراهم يدعون إلى اجتماع سنوي في (بنغلاديش)

Namun sebagian gerakan dakwah yang memiliki metode dakwah yang bid’ah (baca:Jamaah Tabligh), sebuah metode dakwah yang tidak memiliki hubungan dengan metode dakwah Rasulullah dan sunahnya, mengajak manusia agar mengikuti ijtima’ tahunan di Bangladesh.

وهذا لعمر الله مضاهاة للحج المشروع إذ ليس من دين الله تعالى في شيء تعين موسم (ما) أومكان (ما) يدعى إليه من كل مكان إلا بيت الله الحرام.

Demi Allah, ini adalah upaya menyaingi ibadah haji yang disyariatkan karena tidak ada dalam agama Allah suatu waktu tertentu atau tempat tertentu yang manusia dari berbagai tempat diseru untuk mendatanginya selain Ka’bah, rumah Allah.

هذا المعنى لم ينتبه له كثير من الناس بل بعضهم فضلاء وعندهم عاطفة دينية قد غفل عن هذا فظن أن مثل هذا الاجتماع فيه خير

Hal ini tidak disadari oleh banyak orang bahkan sebagian mereka adalah orang terpelajar dalam hukum agama dan memiliki semangat beragama yang tinggi. Mereka tidak menyadari hal di atas sehingga mereka mengira bahwa acara ijtima tersebut mengandung kebaikan.

وما علم أن البدعة المحدثة حقيقتها وكنهها كما حددها العلماء بأنها عمل يضاهي المشروع يقصد به التقرب إلى الله تعالى.

Mereka tidak menyadari bahwa hakikat bid’ah sebagaimana definisi yang disampaikan oleh para ulama adalah sebuah amalan yang menyaingi amalan yang disyaratkan dan itu dikerjakan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah.

اجتماع بنغلاديش عند جماعة الدعوة [التبليغ] أهم من الحج إلى بيت الله الحرام !!

Ijtima’ Bangladesh menurut JT lebih penting dari pada Haji

إن كثيراً ممن يحجون إلى بنغلاديش لحضور الاجتماع السنوي يقولون بلسان حالهم بل ربما بلسان مقالهم ان اجتماع بنغلاديش أفضل وأهم من الحج إلى بيت الله الحرام أوالعمرة.

Banyak orang yang ‘berhaji’ ke Bangladesh untuk menghadiri ijtima’ tahunan itu, perbuatan mereka ataupun boleh jadi lisan mereka mengatakan bahwa acara ijtima’ di Bangladesh itu lebih utama dan lebih penting dari pada haji atau umroh ke Ka’bah.

فتراهم لا يحتفون بالحاج والمعتمر كاحتفائهم بمن (خرج) إلى بنغلاديش

Aktivis JT tidaklah memberi pemuliaan kepada orang yang berhaji atau berumroh sebagaimana pemuliaan mereka terhadap orang yang khuruj ke Bangladesh.

فعندهم بيت الله الحرام يذهب إليه عامة المسلمين، بينما (الخروج) فلا يذهب إليه إلا (الخواص)

Menurut mereka yang pergi ke Ka’bah adalah banyak dari orang awam sedangkan yang khuruj ke Bangladesh (atau ke IPB-India Pakistan Bangladesh-, pent) hanyalah orang-orang yang bernilai “khusus”.

فإذا خرج معهم شخصية كعضو مجلس أمة سابق أو وزير سابق أو أمير أو دكتور أو شيخ (تائه) أو منحرف في منهجه أو اخر مغرر به تراهم في كل مناسبة يقولون قد خرج معنا فلان وفلان،

Jika ada seorang tokoh semisal mantan anggota DPR, mantan menteri, mantan gubernur atau bupati, seorang doktor atau ustadz yang bingung ataupun seorang yang menyimpang dari manhaj ahli sunnah ataupun seorang yang terperdaya dengan JT yang khuruj bersama mereka maka mereka akan gembar gembor di setiap kesempatan bahwa A atau B pernah khuruj bersama mereka.

بينما إذا حج هؤلاء أوغيرهم فالأمر أقل من (عادي)!! الحج إلى بيت الله الحرام أكبر دعوة إلى الله تعالى

Lain halnya jika tokoh-tokoh di atas atau yang lainnya berhaji maka nilainya lebih rendah dari pada sekedar “biasa”. Haji ke Ka’bah adalah dakwah kepada agama Allah yang terbesar.

ومما يُلبسون به على العامة قولهم الحج عبادة و(الخروج) دعوة والدعوة خير وأفضل من العبادة.

Di antara talbis atau penipuan yang dilakukan oleh JT kepada orang-orang awam adalah perkataan mereka bahwa haji adalah ibadah sedangkan khuruj adalah dakwah sedangkan dakwah itu lebih baik dan lebih afdhol dari pada ibadah.

أقول سبحانك هذا بهتان عظيم ففي كلامهم هذا مغالطات كبيرة وكثيرة

Subhanallah, ini adalah kebohongan yang sangat besar, ucapan mereka tersebut memuat kesalahan yang besar dan banyak.

فالحج ركن من أركان الإسلام لا يتم الإسلام إلا به وفرض على كل من استطاع إليه سبيلاً

Haji adalah salah satu rukun Islam. Keislaman seseorang tidak akan sempurna melainkan dengan melaksanakannya. Haji diwajibkan atas setiap orang yang mampu menempuh perjalanan ke sana.

ومنافعه كثيرة التي منها الدعوة إلى الله تعالى والأمر بالمعروف والنهي عن المنكر وطلب العلم وتعليم العامة وتذكير الغافلين وفيه لقاء أهل العلم والتلقي عنهم كما هوالحال في القديم والحديث،

Haji memiliki banyak manfaat, di antaranya ada aktivitas berdakwah, melakukan amar makruf nahi munkar, menuntut ilmu agama, mengajari agama kepada orang-orang awam, mengingatkan orang-orang yang lalai, bertemu dan belajar kepada ulama. Demikianlah kondisi haji dulu dan sekarang

فانظر أخي القارئ كيف نظروا إلى الحج نظرة تنقص وكأنه مجرد طواف وسعي والله المستعان على ما يصفون.

Lihatlah bagaimana mereka memandang haji dengan pandangan melecehkan seakan-akan haji itu hanya tawaf dan sai.

التهويل والمبالغة في ذكر عدد المجتمعين

Hiperbola ketika menyebutkan jumlah peserta ijtima

جرت العادة عند جماعة التبليغ أنهم يبالغون في ذكر عدد من حضر الاجتماع السنوي العالمي المحدث

JT memiliki kebiasaan mengeluarkan ungkapan hiperbola ketika menyebutkan jumlah orang yang menghadiri acara ijtima bid’ah yang berskala internasional tahunan.

فتراهم وتسمعهم يقولون (الله أكبر حضر 4 ملايين) أوأكثر وهذه مبالغة والله الذي لا إله إلا هوأشبه بالكذب والمقصود منها تغرير الناس وخداعهم!!

Mereka mengatakan “Allah Akbar, ada empat juta atau bahkan lebih manusia yang hadir dalam acara ijtima”. Demi Allah, ini adalah ungkapan yang berlebihan dan kemungkinan besar adalah dusta. Tidak ada manfaat dibalik hal ini selain menipu manusia.

عز الله المملكة العربية السعودية بالإسلام والتوحيد

Allah memuliakan Kerajaan Saudi Arabia (KSA) dengan Islam dan Tauhid

لا يخفى على كل منصف بل كل عاقل أن المملكة العربية السعودية دولة غنية تبذل جهداً كبيراً بشرياً ومادياً ومعنوياً لاستقبال حجاج بيت الله الحرام فتفتح مطارات وتهيئ المشاعر وتوفر جميع ما يحتاجه الحجاج و..و..وإلخ،

Semua orang yang berpikir objektif bahkan semua orang yang berakal mengakui bahwa KSA adalah negara kaya yang telah berkorban dengan pengorbanan yang besar baik berupa SDM, materi, ataupun moral untuk menyambut para jamaah haji. Ada banyak bandara udara yang dibuka, tempat pelaksanaan inti ibadah haji disiapkan sedemikian rupa, semua kebutuhan jamaah haji dipenuhi dst.

ومع ذلك يقدر عدد الحجاج سنوياً ربما بالكثير 3 ملايين.

Meski demikian KSA membatasi jumlah jamaah haji setiap tahunnya boleh jadi sekitar tiga juta manusia.

فهل يعقل أن جماعة التبليغ في دولة فقيرة جداً جداً في بنغلاديش تستطيع استقبال 4 ملايين تبليغي مخدوع، سبحانك هذا بهتان مبين.

Logiskah jika JT yang ada di negara sangat miskin tepatnya Bangladesh mampu menampung empat juta karkun (aktivis JT). Subhanallah, ini adalah kebohongan yang nyata.

أخي القارئ وفقك الله تعالى للسنة والتمسك بها إن كنت مخدوعا بهذه الجماعة فتنبه قبل فوات الأوان

Saudaraku, moga Allah memberi taufik kepada anda untuk berpegang teguh dengan sunnah, jika anda tertipu dengan JT maka sadarlah saat ini juga sebelum terlambat dengan datangnya ajal.

وإن كنت منتبهاً فاحذرهم أن يخدعوك فهؤلاء يتظاهرون بالمسكنة والزهد وهم يحاربون العلم و أهله. وفق الله الجميع إلى العلم النافع والعمل الصالح والحمد لله أولا وآخراً وصلى الله وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين.

Jika anda sudah sadar tentang hakikat sebenarnya dari JT maka jagalah kewaspadaan jangan sampai mereka memperdaya anda. Mereka adalah orang-orang yang menampakkan kezuhudan namun di sisi lain mereka adalah orang-orang yang memerangi ilmu agama dan para ulama yang menyampaikan ilmu agama yang benar.

Sumber:
Tulisan Syaikh Salim al Thawil, murid Syaikh Ibnu Utsaimin yang tinggal di Kuwait.

http://www.saltaweel.com/articles/61

Berikut ini berita mengenai “hajinya JT” di Bangladesh:

Tiga Juta Umat Islam Hadir pada Ijtima Dunia Jamaah Tabligh

Senin, 25/01/2010 11:39 WIB

Sekitar 3 juta umat Islam pada hari Ahad kemarin (24/1) mengakhiri “muktamar umat Islam dunia” di tepi sungai Turag kota Tongi, 20 km sebelah utara ibukota Dakha Bangladesh dan acara mukatamar ini merupakan pertemuan umat Islam terbesar kedua di dunia setelah ibadah Haji.

Acara muktamar yang diselenggarakan oleh Jamaah Tabligh ini, memfokuskan pada ceramah-ceramah agama (atau diistilahkan dengan “bayan” oleh Jamaah Tabligh) yang mengajak umat Islam untuk menjalankan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari mereka, melaksanakan sholat, bermuhasabah dan mendiskusikan isu-isu yang menitik beratkan pada dimensi spiritual Islam serta mencari jalan keluarnya dengan cara berdakwah menyebarkan nilai-nilai Islam dan mengkampanyekan perdamaian dunia tanpa membicarakan hal-hal yang berbau politik.

Muktamar umat Islam dunia atau lebih dikenal dikalangan Jamaah tabligh dengan istilah “Ijtima’ Dunia” dalam bahasa Bangladesh disebut “Bishwa Ijtima”, merupakan acara tahunan rutin dari rangkaian program kegiatan dakwah Jamaah Tabligh.

Bishwa Ijtima dilaporkan pertama kali diadakan pada tahun 1966 atas prakarsa seorang ulama India yang juga merupakan konseptor Jamaah Tabligh – Syaikh Maulana Ilyas. Awalnya Syaikh Maulana Ilyas memulai kegiatan Bishwa Ijtima dengan sekelompok kecil masyarakat Muslim yang peduli dengan umat Islam dan berkumpul di sebuah masjid di Tongi dan atas usaha dakwahnya, saat ini Bishwa Ijtima bisa dihadiri oleh jutaan umat Islam yang datang dari seluruh dunia dan dalam beberapa tahun terakhir Ijtima tersebut menjadi pertemuan umat Islam dunia terbesar kedua setelah ibadah Haji.

Selama empat puluh tahun lebih, Tongi telah menjadi lokasi tempat berlangsungnya acara Ijtima, meskipun acara sejenis diselenggarakan juga pada skala yang lebih kecil di negara-negara lain.

Acara pertemuan Jamaah Tabligh seluruh dunia ini dimulai pada hari Kamis lalu (22/1) selama 3 hari berturut-turut dan berakhir pada hari Ahad kemarin (24/1), beberapa tokoh penting tampak hadir dalam acara ini termasuk Perdana Mentri Bangladesh Sheikh Hasina dan salah seorang pemimpin oposisi Bangladesh, Khalida Zia.

Program Ijtima berakhir ditandai dengan acara “Akheri Munajat” atau doa terakhir yang dipimpin oleh seorang Ulama Jamaah Tabligh. Untuk Ijtima kali ini, sempat terjadi insiden dengan wafatnya 3 orang peserta pada pagi hari pada hari terakhir acara.(fq/iol)

Sumber:

http://www.eramuslim.com/berita/dunia/3-juta-umat-islam-hadir-pada-ijtima-dunia-jamaah-tabligh.htm

ref: ustadzaris.com

Jamaah Tabligh atau Orang Quba?

Oleh Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat

JAMA’AH TABLIGH

Jama’ah Tabligh termasuk ahlul bid’ah dan firqah sesat yang menyesatkan dari firqah shufiyyah. Firqah tabligh ini terbit dari India yang dilahirkan oleh seorang shufi tulen bernama Muhammad Ilyas. Kemudian firqah sesat ini mulai mengembangkan ajarannya dan masuk ke negeri-negeri Islam seperti Indonesia dan Malaysia dan lain-lain.

Firqah tabligh ini dibina atas dasar kejahilan di atas kejahilan yang dalam dan merata yang diawali oleh pendirinya, pengganti-penggantinya,Amir-amirnya, tokoh-tokohnya, syaikh (guru)-syaikhnya, murid-muridnya, istimewa pengikut-pengikutnya dari orang-orang awam. Kejahilan mereka terhadap Islam, mereka hanya melihat Islam dari satu bagian dan tidak secara keseluruhan sebagimana yang Allah perintahkan, “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam (ajaran) Islam scara kaffah (keseluruhan).” (Al-Baqarah: 208).

Kerusakan aqidah mereka yang dipenuhi dengan kesyirikan yang berdiri di atas manhaj shufiyyah. Ibadah mereka yang dipenuhi dengan bid’ah yang sangat jauh dari Sunnah. Akhlak dan adab mereka yang dibuat-buat sangat jauh dari akhlak Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para shahabatnya. Mereka sangat fakir dan miskin dari ilmu karena mereka sangat menjauhi ilmu. Kebencian dan kedengkian mereka yang sangat dalam kepada imam-imam Ahlus Sunnah wal Jama’ah seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim, Muhammad bin Abdul Wahhab dan lain-lain. Bahkan salah seorang amir dari firqah tabligh ini pernah berkata dengan sangat marah sekali, “Kalau seandaiya aku mempunyai kekuatan sedikit saja, pasti akan aku bakar kitab-kitab Ibnu Taimiyyah dan Ibnul Qayyim dan Ibnu Abdul Wahab. Dan aku tidak akan tinggalkan sedikitpun juga dari kitab-kitab mereka yang ada di permukaan bumi ini.” (Dari kitab al-Qaulul Baligh fit Tahdzir min Jama’atit Tabligh hal. 44-45 oleh Syaikh Hamud bin Abdulah bin Hamud at-Tuwaijiriy).

Alangkah besarnya kebencian dan permusuhan mereka terhadap pembela-pembela Sunnah.

BID’AH-BID’AH JAMA’AH TABLIGH

Di antara bid’ah-bi’ah Jama’ah Tabligh ialah “ushul sittah” (dasar yang enam) yaitu:

Pertama: Kalimat Thayyibah.

Yaitu dua kalimat syahadat: Asyhadu alla ilaaha illallah wa asy hadu ana muhammadar-rasulullah. Yang mereka maksudkan hanya terbatas pada tauhid rububiyyah, yaitu mengesakan Allah di dalam penciptaan-Nya, kekuasaan-Nya, pengaturan-Nya dan lain-lain yang masuk ke dalam tauhid rububiyyah.

Tauhid inilah yang mereka amalkan dan menjadi dasar di dalam dakwah mereka. Adapun tauhid uluhiyyah atau tauhid ubudiyyah (yaitu mengesakan Allah di dalam beribadah kepada-Nya) dan tauhid asma’ wassifat (mengesakan Allah di dalam nama dan sifat-Nya tanpa ta’wil) tidak ada pada mereka baik secara ilmu maupun amal dan dakwah. Oleh karena itu, mereka mmembatasi berhala, istimewa pada zaman ini, hanya lima macam berhala:

1. Berusaha mencari rezeki dengan menjalani sebab-sebabnya seperti berdagang atau membuka toko dan lain-lain dari jalan yang halal.

Inilah yang dikatakan berhala oleh Jama’ah Tabligh! Karena dia akan melalaikan manusia dari kewajiban agama kecuali kalau mereka khuruj (keluar di jalan Allah menurut istilah firqah Jama’ah Tabligh) bersama Jama’ah Tabligh!?

2. Berhala yang kedua yaitu: Keluarga dan teman.

Karena mereka ini pun melalaikan manusia dari mengakkan kewajiban kecuali kalau mereka khuruj bersama Jama’ah Tabligh!?

3. Berhala yang ketiga yaitu: Nafsu Ammaarah Bissuu’ (nafsu yang mmerintahkan berbuat kejahatan).

Karena menurut mereka nafsu ammaarah ini menghalangi menusia dari

berbuat kebaikan dan dari jalan Allah seperti khuruj bersama Jama’ah Tabligh.

Jama’ah Tabligh adalah ahlul bid’ah, jahil dan sesat bersama khuruj bid’ah mereka, maka merekalah yang lebih berhak mengkuti nafsu ammaarah. Adapun orang yang menyalahi Jama’ah Tabligh dan berpaling dari mereka serta memperingati manusia dari bid’ahnya firqah tabligh, maka diharapkan orang tersebut jiwanya thayyibah (baik) marena ia mengajak manusia kepada kebaikan dan melarang dari kejahatan dan pelakunya.

4. Berhala yang keempat: Hawa Nafsu.

Karena menurut Jama’ah Tabligh hawa nafsu ini akan menghalangi manusia dari kebaikan seperti khuruj bersama mereka.

Sesungguhnya Jama’ah Tabligh yang lebih berhak dikatakan sebagai pengikut-pengikut hawa nafsu kaena mereka termasuk ahlul bid’ah. Sedangkan ahlul bid’ah adalah orang yang mengikuti hawa nafsu oleh karena itu ulama kita menamakannya ahlul ahwaa’. Di antara bukti bahwa Jama’ah Tabligh pengikut hawa nafsu mereka membai’at manusia atas dasar beberapa tarekat shufiyyah sebagaimana akan datang penjelasannya.

Pengantar

Pada pembahasan yang lalu, kita telah mengemukakan sedikit penjelasan tentang apa dan bagaimana sebenarnya firqoh sesat Jama’ah Tabligh itu, dan sedikit penjelasan tentang bid’ah-bid’ah yang dilakukan oleh firqoh Jama’ah Tabligh (JT). Pada pembahasan kali ini, kita akan melanjutkan tulisan dari Fadhilatul Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat hafidzohullah menganai bid’ah-bid’ah dan kesesatan firqoh ini…selamat membaca…(admin)

5. Berhala yang kelima yaitu: Syaithon

Yang terakhir ini menurut firqoh tabligh sangat besar menghalangi manusia dari kebaikan seperti khuruj bersama Jama’ah Tabligh.

Pada hakikatnya Jama’ah Tablighlah yang dihalangi oleh syaithan dari kebenaran yang sangat besar yaitu mengikuti Sunnah Nabi shallallahu ’alaihi wasallam dan diperintah untuk mengerjakan kejahatan yang besar yaitu bid’ah. Karena bid’ah lebih dicintai iblis dari maksiat dan sangat dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya. Sedangkan Jama’ah Tabligh tergolong ahlul bid’ah yang mengikuti sunnahnya shufiyyah.

Kedua: Shalat Lima Waktu, shalat Jum’at, shalat jama’ah di masjid, shalat yang khusyu’, shalat pada shaf yang pertama, memperbanyak shalat-shalat sunnah dan lain-lain.

Yang pada hakikatnya amal-amal di atas diwajibkan dan sangat disukai di dalam agama. Akan tetapi Jama’ah Tabligh telah melalaikan beberapa kewajiban untuk menegakkan amal-amal di atas di antaranya:

Ilmu

Mereka beramal dengan kebodohan tanpa ilmu kecuali ilmu fadhaa-il (keutamaan keutamaan amal) sebagaimana akan datang keterangannya pada dasar yang ketiga.

Mengikuti Sunnah

Mereka meninggalkan mengikuti Sunnah Nabi shallallahu ’alaihi wasallam dengan berpegang kepada bid’ah, taqlid dan ta’ashshub madzhabiyyah.

Melalaikan mempelajari rukun-rukun, kewajiban-kewajiban dan hukum-hukum dari amal-amal di atas

Oleh karena itu, kita lihat mereka tidak mengerti cara shalat Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam. Adapun masjid, maka mereka mangajak ke masjid-masjid tempat mereka berkumpul.

Ketiga: Ilmu.

Yang mereka maksudkan dengan ilmu ialah:

  1. Ilmu fadhaa-il yaitu tentang mempelajari keutamaan-keutamaan amal menurut mereka. Adapun ilmu tauhid dan ahkaam (hukum-hukum) dan masalah-masalah fiqhiyyah (fikih) dan ilmu berdasarkan dalil-dalil al-Kitab dan Sunnah, mereka sangat jauh sekali dan melarangnya bakhan memeranginya.
  2. Ilmu tentang rukun iman dan Islam. Akan tetapi mereka memelajarinya atas dasar tarekat-tarekat shufiyyah, khurafat-khurafat, hikayat-hikayat yang batil dan ta’ashshub madzhabiyyah.

Keempat: Memuliakan atau menghormati kaum Muslimin.

Menurut firqoh tabligh, setiap orang yang mengucapkan dua kalimat ”Laa ilaaha illallah muhammadar-rasulullah”, maka wajib bagi kita memuliakan dan menghormatinya meskipun orang tersebut telah mengerjakan sebesar-besar dosa besar seperti syirik. Menurut mereka: ”Kami tidak membenci pelaku maksiat akan tetapi yang kami benci adalah maksiatnya!!”

Di dalam dasar yang keempat ini, mereka sangat berlebihan menghormati atau memuliakan kaum muslimin dengan meninggalkan nahi munkar dan nasihat dan dengan cara yang dibuat-buat.

Kalima: Mengikhlaskan niat agar jauh dari riya’ dan sum’ah (memperdengarkan amal kebaikan).

Akan tetapi, mereka meninggalkan Sunnah dan mengikuti-mengikuti cara-cara ikhlas di dalam tashawwuf.

Keenam: Khuruj. Menurut Jama’ah Tabligh makna khuruj keluar di jalan Allah berdakwah yang merupakan jihad yang paling besar. Mereka membatasi dakwah hanya dengan khuruj berjama’ah bersama mereka selama tiga hari dan seterusnya. Khuruj ini mempunyai kedudukan dan keutamaan yang besar di dalam bid’ah mereka melebihi shalat, sedekah, puasa, dan haji dan lain-lain.

Keutamaan khuruj ini pernah saya dengar langsung dari salah seorang amir mereka di Pekanbaru pada tahun 1995 di Masjid Agung An-Nur selepas shalat maghrib. Ketika amir itu telah selesai dari ceramah bid’ahnya dan mengajak kaum muslimin mengerjakan bid’ah yang lain yaitu khuruj, saya tanyakan mana dalilnya dari Al-Kitab dan Sunnah tentang keutamaan khuruj yang saudara katakan tadi? Amir itu sangat terkejut dan mengingkari apa yang telah dia katakan di atas. Kemudian saya meminta kepada Jama’ah Tabligh yang hadir di masjid itu untuk menjadi saksi bahwa amir mereka betul-betul telah mengucapkannya. Besar harapan saya bahwa mereka akan membenarkan apa yang saya katakan dan menjadi saksi di dalam kebenaran bukan menjadi saksi palsu. Akan tetapi harapan saya hilang ketika mereka semuanya mengingkari saya dan membenarkan amir mereka. Tidak ada saksi bagi saya kecuali Allah Yang Maha Mendengar dan Maha Melihat kemudian seorang ikhwan kita yang duduk di samping saya. Lalu saya pun meninggalkan masjid sambil berkata bahwa mereka ini semuanya pembohong!

Aqidah dan amalan khuruj mereka berasal dari mimpinya pendiri Jama’ah Tabligh yaitu Muhammad Ilyas. Dia bermimpi menafsirkan ayat Al-Qur’an surat Ali Imaran ayat 110 yang artinya:

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah.”

Berkata Muhammad Ilyas di dalam mimpinya itu ada yang mengatakan kepadanya tentang ayat di atas: ”Sesungguhnya engkau (diperintah) untuk keluar kepada manusia seperti para Nabi.”

Tidak syak lagi bagi ahli ilmu bahwa tafsir Muhammad Ilyas atas jalan mimpi mengikuti cara-cara shufiyyah adalah tafsir yang sangat batil dan rusak. Tafsir syaithaniyyah yang mewahyukan kepada Muhammad Ilyas yang akibatnya timbulnya bid’ah khuruj yang menyelisihi manhaj para Shahabat. Terang-terangan atau tersembunyi tafsir Muhammad Ilyas ini menujukkan bahwa dia mendapat wahyu dan diperintah oleh Allah seperti perintah Allah kepada Nabi dan Rasul. Yang pada hakikatnya, syaithanlah yang mewahyukan kepada dia dan kaum shufi yang lainnya demi membuat bid’ah besar.

Bid’ahnya Jama’ah Tabligh adalah mereka bermanhaj dengan manhaj shufi di dalam aqidah, dakwah, ibadah, akhlaq dan adab dan lain-lain. Baik orang-perorangnya, amir-amirnya dan guru-gurunya.

Bid’ahnya Jama’ah Tabligh, amir dan sebagian dari guru-guru mereka dibai’at atas empat macam tarekat shufiyyah yaitu:

  1. Naqsyabandiyyah
  2. Qaadiriyyah
  3. Jisytiyyah
  4. Sahruwiyyah

Demikianlan amir tertinggi mereka membai’at pengikut-pengikutnya atas dasar empat tarekat di atas.

Mereka sangat berpegang dan memuliakan kitab mereka: Tablighi Nishaab (Kitab Tablighi Nishaab dinamakan juga kitab Fadlaa-il a’maal) oleh Muahmmad Zakaria Kandahlawiy secara manhaj maupun dakwah. Kitab Tablighi Nishaab ini dipenuhi dengan berbagai macam bid’ah, syirik, tashawwuf, khurafat, hadits-hadits dha’if dan maudlu’. Di antara bid’ah syirkiyyat (syirik-ed) yang terdapat di dalam kitab ini ialah memohon syafa’at kepada Nabi shallallahu ’alaihi wasallam. Dan beliau pernah mengeluarkan tangannya dari kubur beliau untuk menyalami Ahmad Ar-Rifaa’iy (ketua shufi dari tarekat Ar-Rifaa’iyyah). Demikian juga dengan kitab Hayaatush Shahabah oleh Muhammad Yusuf Kandahlawiy. Kitab ini pun dipenuhi dengan khurafat-khurafat dan cerita-cerita bohong serta hadits-hadits dla’if dan maudlu’. Kedua kitab di atas yang sangat diagungkan dan dimuliakan oleh Jama’ah Tabligh adalah masuk ke dalam kitab-kitab bid’ah dan syirik serta sesat.

Bid’ahnya Jama’ah Tabligh, bahwa mereka telah membatasi Islam pada sebagian ibadah. Yang sebagian ini pun mereka penuhi dan mencampur-adukkan dengan berbagai macam bid’ah dan syirkiyyat. Mereka berpaling dari syari’at-syari’at Islam yang lain seperti tauhid, hukum, dan jihad dan lain-lain.

Mereka meninggalkan ilmu dan ahli ilmu. Mereka memperingati pengikut-pengikut mereka dari menuntut ilmu dan duduk di majelis para Ulama kecuali orang yang mendukung mereka. Dengan demikian meratalah dan tersebarlah kejahilan-kejahilan yang dalam di antara mereka dan hilangnya ilmu dari mereka. Oleh karena itu yang menjadi timbangan mereka di dalam memutuskan segala urusan ialah dengan jalan: Istihsan (menganggap baik sesuatu perbuatan tanpa dalil), perasaan, mimpi-mimpi dan karamah-karamah (yang pada hakikatnya wahyu dan bantuan dari syaithan).

Mereka mengajak manusia ke jalan Allah dan masuk ke dalam agama Allah tanpa ilmu sama sekali dan tanpa bashirah (hujjah dan dalil). Inilah dari sebesar-besar sebab yang membawa mereka menyimpang dari ajaran Islam dan terjerumus ke dalam lembah kesasatan bid’ah dan syirik. Bagaimana mungkin mereka mengajak manusia kepada sesuatu yang mereka tidak paham dan tidak mengetahuinya!? Lihatlah! Mereka

mengajak kepada Islam dan mengikuti perintah Allah dan Sunnah rasul-Nya padahal mereka tidak mengetahui dan memahaminya!? Sebenarnya merekalah yang lebih berhak dan sangat berhajat kepada Islam dan seluruh ajarannya dengan cara belajar dan mehaminya dari Ulama bukan mengajar atau berdakwah kepada manusia!

Di antara bid’ah besar Jama’ah Tabligh ialah bahwa mereka selalu berdalil dengan hadits-hadits dha’if, sangat dha’if, maudlu’/ palsu dan hadits-hadits yang tidak ada asal-usulnya sama sekali (laa ashlaa lahu).

Di antara bid’ah besar Jama’ah Tabligh ialah bahwa mereka telah membuat kelompok (firqah) yang menyendiri dan memisahkan diri dari kaum muslimin. Mereka tidak mengajak kaum muslimin kecuali kepada firqah-nya baik secara manhaj, ilmu dan dakwah. Adanya imam tertinggi dan amir-amir dan bai’at yang ditegakkan di dalam firqah tabligh ini. Mereka mengajak kaum muslimin ke masjid-masjid dan markas-markas mereka untuk ijtima’ (berkumpul) umumnya sepekan sekali.

Di antara bid’ah besar jama’ah tabligh ialah berkumpulnya ratusan ribu jama’ah di Bangladesh pada setiap tahunnya. Di antara ijtima’ bid’iyyah ini keluarlah berbagai macam bid’ah i’tiqad dan amaliyyah yang begitu banyak dikerjakan oleh jama’ah tabligh. Sehingga sebagian dari mereka mengatakan berkumpulnya mereka di Dakka ibu kota Bangladesh pada setiap tahunnya lebih utama dari berkumpulnya jama’ah haji di Makkah. Mereka meyakini bahwa bahwa berdo’a pada akhir ijtima’ di atas mustajab. Mereka meyakini bahwa akad nikah pada hari itu diberkati. Oleh karena itu sebagian dari mereka mengundurkan akad nikahnya sampai hari ijtima’ tahunan di Bangladesh untuk memperolah barakahnya.

sampai hari ijtima’ tahunan di Bangladesh untuk memperolah barakahnya.

Di antara bid’ah besar jama’ah tabligh ialah bahwa mereka mewajibkan taqlid dan bermanhaj dengan manhaj tashawwuf sebagaimana telah ditegaskan oleh salah seorang imam mereka yaitu Muhammad Zakaria pengarang kitab Tablighi Nishaab atau kitab Fadlaa-illul a’maal, ”…kami menganggap pada zaman ini taqlid itu wajib sebagaimana kami menganggap tashawwuf syar’i itu sedekat-sedekat jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Maka orang yang menyalahi kami dalam dua perkara di atas (taqlid dan tashawwuf) maka dia telah berlepas diri dari jama’ah kami…” (Jamaa’atut Tablligh, Aqaa-iduha, Ta’ri-fuha hal. 69 dan 70 oleh ustad Abi Usamah Sayyid Thaaliburrahman). Ini menunjukkan bahwa jama’ah tabligh dibina atas dasar taqlid dan tashawwuf.

Di antara bid’ah besar jama’ah tabligh ialah berdusta atas nama Allah salah seorang ima mereka yang bernama Muhammad Zakaria pengarang kitab Fadlaa-ilul a’maal dengan tegas mengatakan: Bahwa Allah telah menguatkan madzhab hanafi dan Jama’ah Tabligh!!! (Jamaa’atut Tabligh, Aqaa-iduha, ta’rifuha hal. 91 oleh ustadz Abi Usamah Sayyid Thaaliburrahman).

Subhanallah! Sungguh ini satu dusta besar yang telah dibuat oleh Muhammad Zakaria atas nama Allah. Apakah Allah telah mewahyukan kepadanya setelah terputusnya wahyu bahwa Allah yang telah menguatkan madzhab Hanafi dan Jama’ah tabligh!? Tidak syak lagi bagi ornag yang beriman bahwa Muhammad Zakaria telah mendapat wahyu dari syaithan.

Di antara bid’ah besar Jama’ah tabligh ialah berdusta atas nama Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam. Berkata Muhammad Zakaria, ”Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam telah membagi waktu menjadi tiga bagian: Sepertiga di dalam rumahnya bersama keluarganya, sepertiga mengirim jama’ah untuk tabligh dan sepertiga beliau menyendiri.” (Jamaa’atut Tabligh, Aqaa-iduha, Ta’rifuha hal. 92 dan 93 oleh Ustadz Abi Usamah Sayyid Thaaliburrahman). Subhanallah! Orang ini tidak punya rasa malu berdusta atas nama Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam untuk menguatkan Jama’ah tablighnya yang sesat dan menyesatkan.

Di antara bid’ah besar Jama’ah Tabligh ialah bahwa ketentuan dan ketetapan berdirinya Jama’ah Tabligh berdasarkan wahyu dari Allah yang Allah masukkan ke dalam hati pendiri jama’ah tabligh yaitu Muhammad Ilyas. (Jamaa’atut Tabligh, Aqaa-iduha, ta’rifuha hal 98 dan 99 oleh Ustadz Abi Usamah sayyid Thaaliburrahman). Oleh karena itu tidak boleh ada perubahan sedikitpun juga meskipun Ulama Ahlus Sunnah telah memperingatkan mereka akan kesesatan mereka.

Selesai-

((Disalin dari buku Sudahkah Anda Mengenal Jama’ah Tabligh? Karya Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat hal. 28-55, cetakan Darul Qalam-Jakarta))

Disalin kembali dari: salafiyunpad.wordpress.com

Awan Tag